Selamat Berbagi Pengalaman dan Pengetahuan di Lembaran "KRESNA AGUNG" Berbagi merupakan makna kehidupan ini sebagai suatu tanda bahwa kita MENGERTI HIDUP. Blog ini menjadi ajang proses dari segala sesuatu yang kita lakukan juga menjadi bagian dari proses itu sendiri sehingga kita terus tetap hidup (bergerak) dari satu dimensi ke dimensi lain

Kamis, 26 Maret 2009

Kerancuan Gramatikal

We Must Can ....

Baliho salah seorang calon legislatif DPR RI, La Ode Abdul Rauf, S.Sos, terpampang besar di pinggir jalan poros Jeneponto tertulis WE MUST CAN ....
Kemudian kalimat dibawahnya tertulis: Kesejahteraan, Kemandirian & Maju

Tulisan ini tidak membahas siapa Caleg DPR RI itu dan apa visi dan misinya. Tulisan ini hanya sekedar membahas kalimat yang tertulis besar di Baliho dalam bahasa Inggris: We must can ...

kalimat itu, dalam gramatikal bahasa Inggris, salah ditinjau dari apapun karena modal must dan can tidak dapat digunakan dalam satu kalimat. Belumlah penggunaan must yang sangat tidak tepat maksud dan tujuannya.

Kalaupun maksud kalimatnya ingin menyampaikan bahwa KITA HARUS BISA atau KITA MUSTI BISA, maka kalimat yang tepat dalam bahasa Inggris adalah We must be able to ....

Kata dapat setelah ada modal sebelumnya kita harus menggunakan similar modal yang memiliki arti yang sama yaitu able to (dapat).

Selasa, 03 Maret 2009

Participatory Training versi PDF


"Participatory Training versi PDF"



INTRODUCTION
The distinct features of post-industrialism, such as the trends toward rising numbers of white-collar workers, decreasing numbers of blue-collar workers, a greater emphasis on information goods rather than industrial manufacturing, the mobilization of science in production and management, and a consumer-oriented economy of affluence, have been studied and discussed since the mid-1950s. Price (1963) surveyed the growth of "big science" in the 1950s and demonstrated the exponential growth rate in the production of scientific knowledge. Dwight Eisenhower, at the end of his administration, warned the nation against the alliance of science with industry and the military (Eisenhower, 1971). Machlup (1962) first introduced the notion of a knowledge society by analyzing the growth of the knowledge producing industries in the U.S. economy, such as education, research and development, media and communications, and information machinery. Similarly, Bell (1974) observed that information and knowledge had become key resources in the post-industrial society, in much the same way that labor and capital are central resources of industrial societies.
by Sung Sil Lee Sohng, Ph.D.

Kamis, 26 Februari 2009

Teori Makna Alamiah Metabahasa (MAM)

Setiap verba memiliki struktur dan peran semantis yang berbentuk dari konfigurasi makna kata yang merefleksikan budaya pendukungnya. Struktur semantik suatubahasa bisa sangat kompleks dan rumit tergantung pada budaya yang melatarinya.

Untuk menganalisis sruktur semantis verba ujaran dipakai Teori Makna Alamiah Metabahasa (MAM), yang menitikberatkan analsisisnya dari makna ke bentuk, bukan sebaliknya. Adapun untuk menjelaskan peran umum yang dimiliki oleh argumen-argumen verba digunakan teori macro-role.

Belajar Bahasa Inggris ala Filosof


Mempelajari bahasa sama dengan mempelajari ilmu lain seperti matematika, fisika, biologi, dan alin-lain karena bahasa juga bisa dijadikan sebagai objek ilmu pengetahuan. Bahasa Inggris dan bahasa lainnya memiliki kesamaan. Banyak siswa yang belajar bahasa Inggris mengalami kesulitan khususnya tata bahasa (grammar).

Kelas Kata
Kosa kata bahasa Inggris pertama kali diklasifikasikan oleh Joseph Pristley (1733-1804) bersadarkan karakternya. Kelas kata (part of Speech) terbagi atas: kata benda Noun), kata ganti (pronoun), kata sifat(Adjective), kata kerja (Verb), kata keterangan (Adverb), kata sambung(Conjunction), kata depan(Preposition) dan kata seru* (Interjection)

Bahasa Inggris mengalami perkembangan pesat setelah beberapa ahli bahasa melakukan kajian dalam gramatika. Interjection (kata seru) tidak lagi dimasukkan sebagai kelas kata karena kata-kata seru itu sebenarnya kalimat bukan kata. Kata-kata seru selalu diakhiri oleh tanda seri (!). Itu berarti bahwa ia adalah kalimat meskipun hanya satu kata karena kalimat selalu diakhiri oleh tanda baik titik (.), tanda tanya (?), maupun tanda seru (!).
Dalam tulisan ini, interjection tidak dimasukkan dan dibahas dalam parts of speech, tapi ia akan dibahas dalam pembahasan kalimat(sentence).

Konsep Ruang dan Waktu
Setiap benda berada pada ruang dan waktu. Dimana ada benda disitu ada ruang yang ditempati. Di mana ada benda disitu juga ada waktu. Ketika kita mengingat suatu benda maka hubungkan dimana benda itu berada dan kapan benda itu berada, serta apa aktivitasnya.

Dimana benda itu berada berkaitan dengan keterangan tempat atau dalam struktur bahasa Inggris dikenal dengan adverbial place. Sedangkan pertanyaan yang berkaitan kapan benda itu berada maka itu berkaitan pada dua hal yaitu tenses dan adverial time.

Konsep Sifat dan yang disifati
Setip benda atau yang masuk pada klasifikiasi kata noun pasti memiliki sifat, minimal panjang dan lebar, tinggi dan pendek, besar dan kecil atau sifat-sifat penjelas lainnya. Misalnya ketika kita menyebut tiang maka secara otomatis pikiran kita memandu mengenali sifatnya yaitu panjang dan tinggi. begitu juga dengan benda lainnya.

Dalam istilah bahasa Inggris dikenal sebagai modifier atau penjelas contohnya dalam noun phrase: white house (rumah putih). Kata house adalah noun sedang white berkategori adjective. White di sini berkedudukan sebagai modifier pada noun atau head (inti) dalam frase ini.

Kerancuan memahami Tenses bahasa Inggris

Penguasaan verba dalam mempelajari suatu bahasa merupakan kunci utama. Verba dalam struktur dan peran semantis yang terbentuk dari konfigurasi kata yang terbentuk berdasarkan waktu kejadiannya (tense) dan posisinya (sintak) dalam struktur mudah dipahami. Tempus (tense) dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia sangat berbeda sehingga kebanyakan orang Indonesia bingung ketika mempelajari bahasa Inggris dari buku-buku dan bahkan di sekolah atau lembaga pendidikan.


Bahasa Inggris bukanlah hal baru bagi kita. Sejak belajar di sekolah menengah pertama hingga perguruan tinggi bahasa Inggris dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran yang harus diketahui. Tapi masih menyisakan tanda tanya kenapa banyak siswa bingung memahami bahasa Inggris.
Beberapa tahun yang lalu ketika saya mengajar bahasa Inggris di suatu lembaga kursus bahasa Inggris di Pare, Kediri, kebanyakan siswa atau orang yang belajar bahasa Inggris ketika ditanyakan kesulitan apa yang dialaminya dalam mempelajari bahasa Inggris. Umumnya menjawab tenses. Kenapa tenses? Karena pemahaman tenses bahasa Inggris baik guru-guru pengajar maupun penulis buku gramatikal bahasa Inggris masih rancu dan membingungkan bagi murid-murid baik di tingkat SMA maupun di tingkat Perguruan Tinggi.
Kebingungan yang dialami pelajar atau siapa saja yang mempelajari bahasa Inggris seperti itu sering kita dengar. Faktor utamanya adalah karena konsep tempus bahasa Indonesia sangat berbeda dengan bahasa Inggris. Verba dalam bahasa Indonesia tidak mengalami perubahan baik dalam bentuk ’lampau’ (past), ’kini’ (present), maupun ’mendatang’ (future). Sementara verba dalam bahasa Inggris mengalami perubahan.
Perbedaan gramatika dalam konsep tempus antara bahasa Inggris dan Indonesia adalah wajar karena keduanya berasal dari rumpun bahasa yang berbeda. Yang tidak wajar adalah jika gramatika bahasa Inggris dipaksakan kedalam bahasa Indonesia. Akibatnya, bahasa Indonesia, lambat laun, akan kehilangan kosa kata dan mengalami perubahan struktur dan makna. Ini terjadi karena banyaknya unsur bahasa Inggris yang masuk ke dalam bahasa Indonesia tanpa disadari oleh penggunanya atau penuturnya. Penutur yang melakukan interferensi bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia, pada umumnya, adalah mereka yang mempelajari bahasa Inggris tapi tidak mempelajari bahasa Indonesia atau menyepelekan bahasa Indonesia. Ada dua interferensi yang terjadi yaitu interferensi leksikon dan interferensi gramatika.

Tempus
Tense berasal dari kata tens (Old French) dan tempus (Latin) yang berarti waktu (time). Isitlah tense dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Latin, Tempus yang berarti waktu sebagai kategori semantis. Jadi, tense (tempus) adalah bentuk kata kerja yang menunjukkan kapan suatu perbuatan dilakukan atau suatu keadaan terjadi. Atau bisa juga diterjemahkan bentuk kata kerja yang menunjukkan kapan kejadian atau peristiwa yang terjadi berkaitan dengan waktu saat pengucapkannya atau mengungkapkannya.
Berdasarkan pengertian itu, tempus hanya ada tiga acuan yaitu ’lampau’ (past), ’kini’ (present) dan ’mendatang’ (future). Sedangkan berdasarkan bentuknya, setiap bahasa memiliki ciri khusus. Bahasa Inggris berbeda dengan bahasa Indonesia. Verba dalam bahasa Indonsia tidak mengalami perubahan bentuk ketika ingin mengungkapkan peristiwa lampau, sekarang, dan akan datang. Contoh verba ’belajar’.
‘Kemarin saya belajar bahasa Indonesia.’
‘Saya belajar bahasa Inggris.’
‘Anto akan belajar bahasa Perancis.’
Kata ’belajar’ tidak mengalami perubahan atau tambahan. Untuk menunjukkan bentuk lampau, terkadang penutur hanya menggunakan keterangan waktu (adverbia).
Berbeda dengan bahasa Inggris, verba sering mengalami perubahan atau derivasi untuk menunjukkan kapan peristiwa itu terjadi. Misalnya verba ’drink’.
’He drank a cup of coffee yesterday.’
‘He drinks tea.’
‘He will drink coffee with me.’

Kerancuan-Kerancuan
Banyak buku ajar atau buku pegangan bahasa Inggris yang diterbitkan khusus membahas tenses dalam bahasa Inggris. Diantaranya:
‘Menguasai 16 Tenses Bahasa Inggris’
‘Apakah Tenses Anda sudah Benar?’
’How to Use Tenses’
’Teknik Penggunaan 16 Tenses Bahasa Inggris’
‘Cara Mudah Menguasai Tenses’

Benarkah tenses dalam bahasa Inggris ada enam belas bentuk? Darimana para penulis buku itu menemukan enam belas bentuk tenses bahasa Inggris? Dan bagaimana mereka menjelaskannya dalam bahasa Indonesia? Ketiga pertanyaan itu terasa menggelitik karena mereka salah memahami gramatika bahasa Inggris. Kesalahan itu terjadi karena penulis tidak bisa membedakan antara bentuk modals (will/would) dan Conditional Sentences yang polanya hampir sama dengan bentuk lain dalam tenses.

Bentuk tenses dalam bahasa Inggris hanya dikenal dua belas bentuk, yaitu:
Present : Simple, Continuous, Perfect, dan Perfect Continuous.
Past : Simple, Continuous, Perfect, dan Perfect Continuous.
Future : Simple, Continuous, Perfect, dan Perfect Continuous
Sedangkan, Past Future yang anggotanya Simple, Continuous, Perfect, dan Perfect Continuous tidak termasuk dalam kategori tenses tapi ia masuk kategori lain seperti fungsi modal. Penejelasannya karena kombinasi antara bentuk Future (will) + Past = Past Future dan variasinya (Simple Past Future, Past Future Continuous, Past Future Perfect, dan Past Future. Itu bukan tenses tapi bentuk modals dan variasinya serta Conditional Centences. Ketika penulis buku itu menerjemahkan ke dalam bahasa bentuk-bentuk itu maka pembaca semakin bingung. Misalnya bentuk ‘past future’ diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, ‘kejadian yang akan terjadi di waktu lampau’, ‘past future continuous tense’ diterjemahkan menjadi, ‘kejadian yang akan sedang terjadi di masa lampau’, “past future perfect tense adalah kejadian yang akan terjadi di masa lampau yang telah selesai.” Lebih membingungkan lagi bentuk ‘past future perfect continuous tense’ yang diterjemahkan menjadi, ‘kejadian yang akan datang di masa lampau yang telah sedang terjadi.’ Mestinya penulis buku itu menerangkan fungsinya dan kapan bentuk itu digunakan.


Dalam beberapa refensi tata bahasa Inggris, tenses tidak pernah diurai menjadi enam belas bentuk. Bentuk tenses yang sering diuraikan hanya simple form, past form, dan future form. Sementara past future (would) dan variasinya tidak pernah dibahas dalam materi tenses. Bentuk would biasanya dalam pembahasan khusus karena would memiliki beragam fungsi. Begitu juga would + have + past participle, would + be + present participle, dan would + have + been + present participle. (Catatan: Hal utama dan penting dalam mempelajari bahasa Inggris menguasai kata kerja dan Irregular Verb harus dihapal)
Bentuk future tenses dalam bahasa Inggris merupakan bentuk tata bahasa Latin yang dipaksakan masuk ke dalam bahasa Inggris. Pada zaman pertengahan (500—1500M) tata bahasa Latin yang banyak digunakan di Eropa. Pada waktu itu para cendekia sering menghubungkan tata bahasa dengan logikal dan menganggap tata bahasa itu banyak tergantung pada analisis logika. Awalnya mereka menganggap bahwa tata bahasa Latin bersifat universal sehingga ia dapat berlaku pada semua bahasa. Di penghujung abad pertengahan, banyak para ahli bahasa yang mengkritik konsepsi umum itu. Misalnya Richard Mulcaster (1582) dan Robert Lowth yang menentang pemberlakuan tata bahasa Latin secara utuh ke dalam bahasa Inggris. Karya Robert Lowth, A Short Introduction to English Grammar (1972), berisi panduan dalam menulis bahasa Inggris. Karya Joseph Priestley (1733—1804), The Rudiments of English Grammar, menunjukkan bahwa sebenarnya bahasa Inggris tidak memiliki future tenses. Dia melihat adanya pemaksaan penerapan kaidah-kaidah bahasa Latin ke dalam bahasa Inggris.


Salah satu bentuk pemaksaan kaidah bahasa Latin adalah future tense. Prestley membagi kata ke dalam delapan jenis kata dengan tidak memasukkan participle tetapi memasukkan adjective. Kedelapan kelompok kata itu (parts of speech) adalah noun, adjective, pronoun, verb, conjunction, preposition, dan interjection. Tata bahasa Inggris terus berkembang. Karya Lindley Murray (1745-1826), ahli tata bahasa bangsa Amerika, menulis English Grammar Adapted to the Different Classes of Learners yang kemudian banyak dipakai di sekolah-sekolah sebagai buku pegangan.


Pada abad ke 19, dua ahli tata bahasa yang sangat terkenal yaitu C.T. Onions (1873—1964) dan J.C. Nesfield menulis Englsih Grammar Past and Present. Beberapa karya lainnya antara lain: Uses of the Parts of Speech, Manual of English Grammar and Composition, Outline of English Grammar.


Saat ini tata bahasa mazhab Nesfield mendapat kritikan gencar sementara pendekatan linguistik banyak digunakan dalam memahami bahasa Inggris. Kelebihan pendekatan linguistik ketimbang pendekatan tradisional terletak pada pembahasan kesatuan-kesatuan lebih kecil daripada anak kalimat, dan dalam pemenggalan analisis kalimat.


Lahirnya pendekatan-pendekatan linguistic modern abad 20 menandai perkembangan ilmu kebahasaan. Frank Boas (1858001942) dan Edward Sapir (1884-1939) menghasilkan langkah-langkah maju, terutama dalam bahasan fonim dan morfim. tahun 1930an berbagai disiplin ilmu banyak memberikan sumbangan kepada studi kebahasaan dan sebaliknya. Leonard Bloomfield (1887—1949) mengkaji berbagai disiplin ilmu seperti antropologi, sejarah, dialektologi, psikologi, dan tata bahasa tradisional.


Di Eropa, kajian-kajian bahasa semakin berkembang yang diprakarsai oleh Ferdinand de Saussure. Pengaruih Saussure begitu kuat di Eropa. Mulailah banyak buku-buku tata bahasa Inggris terbit terutama dari pengarang Netherlands dan Scandinavia. Pengaruh Ferdinand sampai ke Indonesia dibawah oleh para peneliti bahasa dari Belanda. Orang-orang Belanda yang mempelajari bahasa Indonesia cenderung memaksakan kaidah bahasa Eropa ke dalam bahasa Indonesia. Maka tidaklah mengherankan kenapa kata ’bahasa’ masih digunakan dalam bahasa Inggris untuk mengatakan bahasa Indonesia. Misalnya, I am going to learn bahasa Indonesia, bukan I am going to learn Indonesian seperti dengan bahasa-bahasa lainnya.
Seperti yang pernah ditulis diharian Kompas, ada dua macam pertimbangan. Pertama, bahasa Indonesia dianggap bahasa buatan, een kunstmatige taal, bahasa yang baru dicobakan.
Kedua, pemakaian nama het indonesisch menyiratkan pengakuan bahwa selain melahirkan satu negara yang berdaulat, baru diakui pada tahun 1949, nasionalisme Indonesia juga menghasilkan bahasa negara yang wajar.


Orang Belanda tidak pernah mengalami hambatan batin untuk menggunakan istilah het maleis untuk bahasa Melayu yang menjadi induk bahasa Indonesia. Istilah de Bahasa atau de Bahasa Indonesia dalam ikatan kalimat Belanda adalah suatu kompromi. Di satu pihak tergambar suatu kesediaan untuk meninggalkan nama het maleis, agar tidak menyinggung perasaan orang Indonesia (ubahan Inlanders dan Inheemsen) yang pada waktu itu mengaitkan nama Melayu dengan zaman penjajahan. Di pihak lain terpantul sikap keengganan untuk berlaku wajar dengan mulai menggunakan nama het indonesisch atau de Indonesisch taal.

Pemahaman Gramatika Bahasa Indonesia
Penguasaan gramatika bahasa Indonesia para penulis buku ajar bahasa Inggris masih rendah. Istilah-istilah gramatika bahasa Inggris masih sering digunakan baik dalam buku ajar maupun dalam proses belajar di kelas. Seperti tenses, pronoun, article, noun, phrase clause, sentence, adverb, adjective clause, main clause, sub-clause, noun clause, adverbial clause, complex sentence, modals, auxiliary, infinitive, etc. Padahal dalam bahasa Indonesia memiliki padanan istilah-istilah itu. Tempus, kata ganti orang, kata sandang, nomina/kata benda, frasa, klausa, kalimat, adverbia/kata keterangan, klausa adjectiva, induk kalimat, anak kalimat, klausa nomina, klausa adverbia, kalimat majemuk, kata-kata kuat, kata kerja bantu, dll.


Kedengaranya masalah sepele tapi pengaruhnya begitu kuat sehingga interferensia bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia banyak terjadi. Banyak istilah bahasa Inggris yang sering digunakan dan salah dalam penggunaannya. Seperti kata booking, trust, dan lain-lain. Perhatikan contoh kalimat ini, ”Apakah Anda sudah booking?”, ”Apakah Anda mau booking?”.